Jumat, 13 Februari 2015

Ulah Nila Setitik

Ulah Nila Setitik


Salam Bhineka Tunggal Ika, Sobat.

Dalam beberapa hari belakangan ini, lagi heboh-hebohnya pemberitaan soal; Kancing Jas dan Dasinya presiden kita Pak Jokowi. Lantas, ada sejumlah netizen yang membuat artikel tentang itu. Hasilnya, berbagai kecaman dan lain sebagainya.
Sayangnya (terlepas dari isi artikel itu sendiri) saya merasa ikut terbawa-bawa. Sebab, di media sosial lainnya saya dapati beberapa sahabat malah memelesetkan nama klan dari penulis artikel tersebut.

Maafkan saya harus mengatakan ini. Saya pikir, semua orang di Indonesia ini, mestilah tahu jika banyak dari kita menggunakan nama belakang sesuai dengan nama klan/suku/marga.
Mustahil tidak tahu.
Nama belakang yang sama, meski tersebar di penjuru Nusantara, tidak mungkin tidak menunjukkan/mengindikasikan bahwa mereka satu klan/suku/marga.

Kembali pada penulis (tidak perlulah saya tuliskan namanya) artikel tersebut. Jujur saja, saya juga berasal dari klan yang sama; Koto. Saya tidak membela siapa pun di sini, selain pembelaan terhadap nama klan saya yang dipelesetkan dengan berbagai kata, yang kesemuanya mencerminkan ketidakpuasan, kekesalan, dan makian. Saya sendiri bukanlah orang yang suka membaca hal-hal yang berbau politik. Sebab saya belum (dan tidak tahu) apa itu politik. Lebih kepada, baik-buruknya politik itu sendiri. Makanya, saya jarang singgah di artikel yang menulis soal politik.

Ada baiknya saya sedikit mengulas soal klan Koto.
Di dalam etnis Minangkabau (satu dari dua suku yang mendiami kawasan Sumatera Barat, satunya lagi; Mentawai) terdapat beberapa klan dari garis keturunan Ibu, kami menyebutnya; Suku. Berbeda dengan marga yang biasanya dari garis keturunan Bapak. Dan Koto adalah satu dari empat suku awal yang ada di Ranah Minang. Tiga lainnya; Piliang, Bodi, dan Caniago. Koto sendiri berasal dari Bahasa Sanskerta (bahasa tidak bakunya; Sansekerta) yakni; Kotto. Yang bermakna Benteng. Nama ini sendiri disematkan pada satu dari empat klan Minang awal tersebut dengan tujuan, bahwa klan inilah yang menjadi benteng bagi Urang Minang (Orang Minang) kala itu.

Benar adanya ujar-ujar tua yang tak lekang dimakan waktu; Gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga.
Perbuatan satu orang (entah baik ataupun buruk) akan membawa dampak (dalam pandangan masyarakat umum) terhadap suku/klan/marganya.

Jadi, sobat. Sekali lagi, Maaf. Please and please… jangan pelesetkan nama suku/klan/marga siapa pun.
Saya tidak menyarankan, tapi bila emosi menguasai diri, pelesetkan saja nama dia/mereka, tapi jangan bawa-bawa suku/klan/marganya, sebab nama lebih bersifat individualis. Sekali lagi, saya tidak menyarankan.

Salam Anti-Rasisme.
Bhineka Tunggal Ika, ini semboyan bukan bikinan anak SD lhoo.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
TULISAN INI PERTAMA KALI DIPUBLIKASI DI WWW.KOMPASIANA.COM, COPASING DIIZINKAN DENGAN MENCANTUMKAN URL POSTINGAN DI ATAS DENGAN TIDAK MENGHAPUS/MENGUBAH/MENGEDIT AMARAN INI.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 

9 komentar:

  1. Selamat untuk launching blognya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahha :D sapa dulu yg ngajari?
      eaaa
      Makasih Mas Ryan

      Hapus
    2. Yuhuu! Makin rapi aja nih :)

      Hapus
  2. Balasan
    1. Mas Pical :)
      terima kasih hadirnya

      Salam Bhineka Tunggal Ika

      Hapus
  3. Akhirnya NILA-nya mengisi BLOG barunya nih, semoga tidak merusak SUSU-nya ha ha ha ha ha......

    BalasHapus