Kagumku tiada pernah habis, pada negeri nan elok. Rasa cintaku tak akan terkikis, pada damai alammu yang kian terseok.
Kupaksakan kaki melangkah riang, menikmati sejuknya danau telagamu. Senyum miris mengembang, meski terusik sampah di keruhnya airmu. Dengarkan tawa renyah anak-anak berenang, canda gelut di bawah lazuardi membiru. Langkah-langkah kaki lincah di antara rumput ilalang. Seakan tiada beban pada hidup yang mengharu, saru.
Aku… benar benar terpesona. Pada rindangnya belantara yang mengungkung, meski di tengah telah botak tandus merana, ulah tangan berselip niat terselubung.
Aku… bingung.
Benar! Mereka ceria dalam canda tawa, meski tubuh kurus ceking melengkung, meski tiada pasti nanti nasib mendera. Setidaknya… cobalah merenung!
Abadikan semua canda tawa! Jangan lagi mengurus perut buncitmu melembung, pandanglah ke bawah meski tidak lama. Dan kau, akan menemukan retaknya cembung.
Aku… bingung.
Pemimpin sibuk “menabung”. Rakyatnya pula tak peduli langsung. Eksotis pertiwi kian terkatung-katung.
Aku, benar benar bingung. Seperti hujan tak jadi meski mendung pekat menggantung
Tidakkah aku kau kalian merasa sayang? Eloknya panorama yang terpampang, segar bening danau telaga yang tenang, hutan belantara subur merindang, bahari membiru sejauh mata memandang, tidakkah merasa sayang, bila semua itu raib menghilang?
Musnah sengaja dibuang, pada acuh sikap aku kau kalian tak sudi memandang. Dan… hanya akan menjadi tembang, di kala nanti generasi mendatang, dongeng si buyung kala tidur menjelang, tenta satu negeri yang dulu indah terkenang.
Aku bingung dan terdiam, dalam hening riam, negeriku… terancam.
TULISAN INI PERTAMA KALI DIPUBLIKASIKAN DI WWW.KOMPASIANA.COM, COPASING DIIZINKAN DENGAN MENYERTAKAN URL
LENGKAPPOSTINGAN DI ATAS, ATAU DENGAN TIDAK MENGUBAH/MENGEDIT AMARAN INI.
Hhmm, saya juga jadi bingung :D
BalasHapushahaha...
Hapusmakasih Neng Putri^^