Rabu, 18 Maret 2015

Bahasa Paling Jujur

Bahasa Paling Jujur


Sahabat, pernahkah sahabat menggunakan salah satu kecanggihan teknologi? Yang sedikit banyaknya membantu sahabat dalam menulis satu artikel? Tugas dari guru di sekolah mungkin? Menerjemahkan bahasa asing? Atau hanya sekadar iseng?
Saya sendiri sering menggunakan itu, yang pada akhirnya membuat saya menyadari akan satu hal (entah ini memang kebenaran yang terpampang, atau hanya perasaan saya saja).
Teknologi itu sendiri adalah; Google Translator.

Inilah yang membuat saya terpana dan terkagum-kagum pada bahasa persatuan kita, Bahasa Indonesia. Sebab, dalam Bahasa Indonesia; apa yang ditulis dan apa yang dieja, itulah yang dibaca.

Berikut saya contohkan apa yang saya temukan. Mari kita ambil perbandingan dengan kata; apa?  Dan dengan arti/makna kata yang sama pula. Agar lebih adil memperbandingkannya.

1. Dalam Bahasa Indonesia;

Ditulis (tertera) : APA

Dieja (berbunyi): A-Pe-A

Dibaca (terdengar): APA

Tidak ada yang berubah, dibaca lurus saja sesuai dengan apa yang tertera, apa yang berbunyi, seperti itulah yang terdengar.

Ini sama saja dengan kita mengatakan; Hei… Di sana ada telaga yang indah. Airnya jernih, bening lagi menyegarkan.
Begitu didatangi, ternyata benar. Telaga itu memang indah dengan airnya yang jernih, bening, dan menyegarkan.

2. Dalam bahasa negara *** #1

Kata; apa? Dalam Bahasa Negara Ini tidak mengalami perubahan signifikan. Tetap menjadi; apa?

Ditulis (tertera): APA

Dieja (berbunyi): E-Pi-E

Dibaca (terdengar): APE (E dengan nada tebal)

Saya pikir, kalaulah memang mengeja kata tersebut seperti di atas, kenapa tidak membacanya dengan seperti apa mereka mengejanya?
Saya pastikan itu akan menjadi; EPE

Ini sama saja dengan kita mengatakan; Hei… Di sana ada telaga yang indah. Airnya jernih, bening lagi menyegarkan. 
Begitu didatangi, ternyata telaga itu memang indah. Airnya memang jernih, tapi tidak bening, dan justru terasa panas saat disentuh.
Di mana tadi kata menyegarkannya?

3. Dalam bahasa negara *** #2

Kata; apa? Dalam Bahasa Negara Ini akan berubah menjadi; what?

Ditulis (tertera): WHAT

Dieja (berbunyi): Double U-Ach-E-Ti

Dibaca (terdengar): WAT (di belahan lain malah terdengar; WOT. O dengan nada tebal)

Jika mengikuti apa yang sebutkan di poin dua, kenapa mereka tidak membacanya lurus saja?
Saya pastikan itu akan menjadi; UUEET.
Sebab, Double U; berarti U ganda, dan ejaan signifikan H=Ach yang ditulis =Eigh yang terdengar.

Ini sama saja dengan kita mengatakan; Hei… Di sana ada telaga yang indah. Airnya jernih, bening lagi menyegarkan. 
Begitu didatangi, telaga itu memang indah tapi hanya sekitarnya saja. Sebab, airnya tidak jernih, alih-alih bening, dan tidak menyegarkan alias kubangan lumpur.

4. Dalam bahasa negara *** #3

Kata; apa? Dalam Bahasa Negara Ini akan menjadi; que?

Ditulis (tertera): QUE

Dieja (berbunyi): Ku-U-E (ejaan huruf Q=Cu yang ditulis=Ku yang terdengar)

Dibaca (terdengar): KE

Kenapa tidak membaca sesuai ejaan?
Saya pastikan akan sama dengan Bahasa Indonesia, karena akan terdengar; KUE (Sebab huruf K dan Q jika dilafalkan tidaklah terdengar jauh berbeda).

Ini sama saja dengan kita mengatakan; Hei… Di sana ada telaga yang indah. Airnya jernih, bening lagi menyegarkan. 
Begitu didatangi, telaga itu memang indah. Tapi, ternyata tidak ada apa-apanya, alias telaga kering.



Bila memang harus menghilangkan satu-dua huruf (yang tertulis) dalam pengucapannya, kenapa harus ditulis? Bukankah ini suatu yang mubazir?

Saya terpaku, terpana begitu menyadari itu. Senyum-senyum sendiri seperti orang sinting. Saya bangga, sangat bangga pada bahasa pemersatu (lebih dari seribu dua ratus suku-budaya) dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote, dalam gugusan Nusantara ini, Bahasa Indonesia.

Saya kira nenek moyang kita telah amat sangat memperhitungkan hal tersebut (baca: bahasa kita).
Sebagai buktinya; setiap orang asing yang datang ke Indonesia, mereka hanya butuh dua-tiga bulan saja untuk bisa mengerti dan menggunakan Bahasa Indonesia. Bahkan ada yang tidak membutuhkan waktu selama itu (dari apa yang pernah saya lihat selama ini).
Bandingkan dengan orang Indonesia yang harus ke negara mereka! Saya rasa akan butuh waktu yang lebih lama lagi untuk mengerti bahasa negara tersebut.

Kenapa?
Menurut saya, itu penjelasan yang gampang; orang-orang kita (misal; ke Inggris) akan dipusingkan dengan penggunaan kata kerja (verb-one, verb-two, verb-three) belum lagi kata kerja tak beraturan. Dan masih menurut saya, itulah yang menjadi kelemahan orang kita bila harus ke negara mereka. Salah pengucapan saja akan sangat fatal akibatnya. Bahkan bila hanya satu ejaan saja yang bernada lain.
Bandingkan dengan Bahasa Indonesia! 
Bahasa yang tidak harus dipusingkan dengan tetek-bengek verb-one hingga kata kerja tak beraturan. Kendati mereka (orang asing itu) pengucapannya tidak sempurna (terdengar aneh) namun orang Indonesia masih bisa memahami maksud ucapan mereka itu sendiri.

contoh (Bahasa Asing): Peace (dibaca; Pis. Padahal yang tertera Pes) di mulut orang awam kita, ini akan terpeleset menjadi piss 
Saya bisa bayangkan orang kita kena tampar oleh orang asing itu, minimal pandangan sinis.

contoh (Bahasa Indonesia): Belum, sebagian orang asing itu mengucapkan dengan kata; Blum, parahnya ada juga yang mengucapkan; Balum, ataupun Bilum.
Kenyataannya, orang Indonesia tetap mengerti maksud mereka tersebut, tanpa harus menampar apalagi pandangan sinis.


Itulah kenapa saya tersenyum bangga pada nenek moyang kita, dan bahkan diproklamirkan pada kongres pemuda tanggal; 28 oktober 1928 di Batavia (baca:  Jakarta).
Termaktub dalam butir ketiga.

Butir ketiga: Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.


Sejatinya, bahasa adalah cara berkomunikasi paling klasik yang bersifat universal. Antara satu orang dengan orang lainnya. Dan masih menurut saya, yang namanya universal pastilah sesuatu yang dengan gampang/mudah diterima nalar/logika.
Jika bahasa saja membuat kita pusing (dipersulit), bagaimana mungkin kita bisa mengerti/menyampaikan maksud dan keinginan?
Bagaimana mungkin kita akan mengerti maksud orang lain?

Tidak akan mungkin rasanya akan ada kata pepatah yang berbunyi; Sedencing bak besi, seciap bak ayam.

Namun, disaat bersamaan (saat saya tersenyum bangga) saya terhenyak mendapati kenyataan yang terpampang. Terdiam seribu bahasa, malu.

Kenapa?

Sahabat, boleh jadi Bahasa Indonesia adalah satu-satunya bahasa paling jujur, tidak munafik. Namun, sayang seribu kali sayang, justru orang-orangnyalah (baca; kita semua) yang tidak jujur dan munafik.
Yaa, meski tidak semuanya begitu.

Ini sangat membuat saya bertunduk muka.
Sahabat sebangsa setanah-air dan sebahasa, akankah kita kalah oleh bahasa sendiri?


Salam dari saya yang semakin mencintai Bahasa Indonesia
Ando Ajo

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
TULISAN INI PERTAMA KALI DIPUBLIKASIKAN DI WWW.KOMPASIANA.COM, DENGAN JUDUL ARTIKEL; BAHASA DAN KITA. COPASING DIIZINKAN DENGAN MENYERTAKAN URL LENGKAP POSTINGAN DI ATAS, ATAU DENGAN TIDAK MENGUBAH/MENGEDIT AMARAN INI. 
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber ilustrasi; http://optimasi.nurdihafidz.com/wp-content/uploads/2011/08/bahasa-indonesia-course.jpg 

8 komentar:

  1. Tulisan yang menambah nasionalisme :)

    BalasHapus
  2. Mencintai bhs.Indonesia tanpa meninggalkan bhs.ibu (bhs.daerah), kl memungkinkan :)
    Salam, Chris

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pak Chris ^^
      terima kasih hadirnya

      benr banget Pak, bagaimanapun Bhs.Ibu jangan sampai lupa :)

      Hapus
  3. refleksi mas Ando yang begini ini lho,... memukau.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak Etah^^
      makasih hadirnya

      hahaha :lol: memukau gimana??? :v

      Hapus
  4. ... justru orang-orangnyalah (baca; kita semua) yang tidak jujur dan munafik.

    ---> setuju banget!

    Salam sip, Mas Ando!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak Lis^^
      makasih hadirnya

      hahha ntu dia Mbak, yang sangat disayangkan.
      Bahasanya udah jujur gak munafik, eeh... orangnya yang kebanyakan munafik :(
      menyedihkan

      :D salam sip juga Mbak e

      Hapus